Selasa, 06 Januari 2015

kedalaman juringan pada tanaman tebu

PROPOSAL PENELITIAN PENGARUH KEDALAMAN JURINGAN DAN DOSIS PUPUK PHOSPHAT TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TEBU
(Saccharum officinarum L.)

logo utm.bmp


Disusun Oleh :
BAGUS WISNU E.C.
NPM : 1010401004


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR MAGELANG
2012


PROPOSAL YANG BERJUDUL
PENGARUH KEDALAMAN JURINGAN DAN DOSIS PUPUK PHOSPHAT TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TEBU
(Saccharum officinarum L.)
Yang Disusun Oleh :
Bagus Wisnu Erlistya Cahyadi
NPM   : 1010401004

Telah disusun guna melengkapi tugas akhir kuliah metode ilmiah
Pada tanggal : 11 Juni 2012
Proposal tersebut telah diterima sebagai
Tugas akhir mata kuliah Metode Ilmiah
Magelang, 11 Juni 2012
Universitas Tidar Magelang
Dosen


Ir. Tujiyanta , M.P.

 
 















I.                   PENDAHULUAN
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salaah satu tanaman penting sebagai penghasil gula. Lebih dari setengah produksi gula dunia berasal dari tebu (Sudiatso, 1982).
Di tahun 1978, data sampai 31 Juli 1988, menunjukkan terjadinya penurunan hasil tebu sebesar 1,9 % dan rendemen 1,26% sedang hasil gula menurun sebesar 16% (Sunanto, 1988).
Usaha pemerintah untuk mempertinggi produksi gula antara lain ditempuh dengan mendirikan Pabrik Gula Besar diluar Jawa (perluasan areal) disamping menderikan Pabrik Mini. Dalam usaha tani, sesuai Inpres No.9 tahun 1975 telah dikembangkan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Untuk meningkatkan hasil gula persatuan luas, ditempuh usaha intensifikasi, rehabilitasi dan modernisasi hal-hal tertentu pada bidang tanaman dan pengolahan gula (Sudiatso, 1982).
Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan gizi masyarakat, kebutuhan akan gula terus meningkat. Sampai akhir Pelita IV (1988) kebutuhan gula diperkirakan mencapai 2,8 ribu ton, sedang produksi gula tahun 1980 hanya 1,2 ribu ton. Dengan demikian masih diperlukan tambahan sebesar 1,6 ribu ton (Anonim, 1982).
Mutu bibit yang digunakan petani kurang baik, waktu tanam yang kurang tepat dan cara pemupukan serta pengolahan tanah yang dilakukan petani tidak sebaik yang dilakukan oleh pabrik gula. Juringan yang dibuat petani umumnya dangkal (tidak lebih dari 25 cm) dan waktu pengelantangan yang kurang memadai mengakibatkan perbaikan kndisi fisik tanah tidak dapat dicapai dengan baik. Untuk mengatasi penurunan produksi yang berkepanjangan perlu dilakukan cara pemupukan dan pengolahan tanah yang tepat (Suhadi et al.,1984).
Tanah yang sudah lama dipergunakan untuk pertanian kebanyakan miskin phosphat. Kecuali pada tanah yang sudah diremajakan oleh pengaruh bahan-bahan erupsi vulkanis, masih cukup mengandung zat hara (Ariadi, 1965).
Kemunduran kesuburan untuk tanaman tebu telah menjadi masalah hangat sejak permulaan abad ini, Kemerling (1901) (cit.Hong, 1977). Pada masa itu penggunaan pupuk buatan masih jauh dibawah 100 kg N, P dan K setiap ha. Menurut perhitungan pada waktu tebang telah diangkut bersamaan tebunya dari dalam tanah terangkut kurang lebih sebanyak 150 kg N, 103 kg P2O5 dan 300 kg K2O per ha. Melihat besarnya jumlah unsur-unsur hara yang diangkut dari dalam tanah pada tiap penebangan, menimbulkan pemikiran betapa perlunya pemberian pupuk pada tanah-tanah yang ditanami tebu (Anonim, 1975).

II.                TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk keluarga rumput-rumputan dari bangsa Saccharum.di Indonesia tanaman lain daripada tebu, yang juga termasuk bangsa Saccharum ialah glagah (Saccharum spontanum) (Adisewojo, 1982)
Tanaman Tebu (Saccharum Officanarum L.) merupakan tanaman perkebunan semusim,yang mempunyai sifat tersendiri,sebab didalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan (graminae) seperti halnya padi,glagah,jagung,bambu dan lain-lain.
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) termasuk keluarga rumput-rumputan dari bangsa Saccharum. Tanamnan tebu tumbuh baik di daerah dataran yang ketinggiannya kurang dari 500 meter di atas permukaan laut, serta mempunyai curah hujan tidak kurang dari 2.000 mm per tahunnya (Muljana, 1982).
Juring adalah tempat untuk meletakkan stek tebu. Dalam juringan beragam, kurang lebih 20 – 40 cm, tergantung dari jenis tanah dan iklim. Pada tanah berat dan tanah yang mempunyai lapisan cadas dan keras, pembuatan juringan lebih dalam sehingga akar tebu dapat tumbuh lebih bail. Demikian pula apabila sering turun hujan lebat, galian juringan lebih dalam sehingga didapatkan guludan lebih tinggi. Dengan demikian akan dapat dibuat timbunan lebih banyak pada saat jugar/kecrik (Sudiatso, 1982). Adanya solum tanah yang tipis dan terdapatnya lapisan keras dibawahnya, keadaan ini jelas menghambat pertumbuhan tanaman tebu. Untuk itu perlu diusahakan pengolahan tanah yang dalam dengan maksud memecahkan lapisan padat dan keras, memperbaiki permeabitas tanah, memperbaiki pertumbuhan (Siswojo et al, 1985).
Pertumbuhan tanaman tebu memerlukan unsur hara dan air yang cukup tersedia dan dapat diserap. Unsur hara phosphor merupakan salah satu unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman tebu yaitu untuk perkembangan sistem perakaran dan meningkatkan jumlah anakan (Suhadi et al., 1985).
Perkembangan akar tebu akan lambat kalau suplai P-tersedia terkendala, sehingga akan muncul gangguan dalam proses penyerapan air dan hara oleh akar tanaman.
Defisiensi P banyak terjadi pada tebu-ratoon, dan gejala defisisensi semakin parah dengan bertambahnya umur tanaman.
P bersifat mobil dalam tubuh tanaman, sehingga gejala defisiensi muncul pertama pada daun tua. Defisiensi P ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman kerdil. Panjang ruas, panjang batang dan diameter batang tebu semuanya mengecil kalau terjadi defisiensi P.
Mula-mula gejala defisiensi pada daun tidak tampak, kemudian daun menjadi slender dan hijau kebiruan warnanya. Warna merah dan ungu juga dapat muncul, terutama di bagian pucuk daun dan tepi daun yang terkena cahaya langsung. Akhirnya helai daun mati mulai dari ujung daun dan menjalar sepanjang tepi daun.
Pertumbuhan tanaman tebu melewati beberapa fase yaitu perkecambahan, pertunasan, pemanjangan batang dan pemasakan. Perkecambahan tebu diartikan sebagai pertumbuhan kembali dari keadaan dorman dan ini merupakan periode kritis dalam kehidupan tanaman (Efffendi dan Leoh, 1984; Anonim, 1985)

III.             PERMASALAHAN
Mutu bibit yang digunakan petani kurang baik, waktu tanam kurang tepat dan cara pemupukan serta pengolahan tanah yang dilakukan petani tidak sebaik yang dilakukan oleh pabrik gula. Juringan yang dibuat petani umumnya dangkal (tidak lebih dari 25 cm). Menurut perhitungan pada waktu tebang telah diangkut bersamaan tebunya dari dalam tanah terangkut kurang lebih sebanyak 150 kg N, 103 kg P2O5 dan 300 kg K2O per ha. Melihat besarnya jumlah unsur-unsur hara yang diangkut dari dalam tanah pada tiap penebangan, menimbulkan pemikiran betapa perlunya pemberian pupuk pada tanah-tanah yang ditanami tebu.

IV.             HIPOTESIS
Diduga perlakuan kedalaman juringan 30 cm dan dosis pupuk phosphat 150 kg TSP/ha memberikan hasil pertumbuhan tanaman tebu yang terbaik.
V.                TUJUAN DAN KEGUNAAN PROPOSAL
Proposal ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir mata kuliah metode ilmiah dan diharapkan keberlanjutan proposal ini dapat dipertimbangkan untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar penelitian.
VI.             METODOLOGI
A.    Metode Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilakukan perlakuan dengan menggunakan Rancangan Petak Terpisah (RPT), yang disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL), dengan kedalaman juringan sebagai petak utama (mean plot) dan dosis pupuk TSP sebagai anak petak (sub plot). Faktor yang akan dicobakan sebagai berikut: Faktor 1. Kedalaman juringan (K) sebagai petak utama (mean plot) terdiri dari tiga taraf :

K0 = 15 cm
K1 = 30 cm
K2 = 45 cm
Faktor 2. Dosis pupuk phosphat (P) sebagai anak petak (sub plot) terdiri dari tiga taraf:
P          =          0 kg TSP/ha
P1        =          150 kg TSP/ha
P2        =          300 kg TSP/ha
Diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut :
K0P0   K0P1   K0P2
K1P0   K1P1   K1P2
K2P0   K2P1   K2P2
B.     Bahan dan Alat Penelitian
1.      Bahan Penelitian
Stek tebu varietas BZ-132, pupuk ZA,TSP,KCL
2.      Alat Penelitian
Cangkul, skop, gijik, pisau, gembor, penggaris, pH meter, meteran, sabit, kertas tulis, timbanagan, oven.
3.      Jalannya Penelitian
a.       Pengolahan Tanah
Membuat saluran pemasukan dan pembungan air.
Membuat got keliling dengan lebar 40 cm.
Membuat got mujur dengan lebar 40 cm.
Membuat got malang dengan lebar 30 cm.
Membuat petakan dengan panjang 3 m dan lebar 2,7 m.
Membuat juringan dengan kedalaman sesuai perlakuan, lebar juringan 40 cm dan jarak dari pusat ke pusat 90 cm.
Membuat kasuran tanaman dengan jalan memasukkan kembali tanah garpuan setebal 5 cm.
b.      Penanaman
Stek tebu berupa bagal bermata satu di tanam dalam juringan, dengan jarak dalam juringan 30 cm. Penanamannya dengan posisi tidur, mata terletak disamping, bibit dibenamkan sedalam 1-3 cm.
c.       Pemeliharaan
Pengairan
Tanaman tebu yang masih muda sejak tanam hingga kurang lebih umur 2,5 bulan membutuhkan air yang cukup. Pemberian sesudah tanam, sesudah memupuk dan sebelum membumbun dan pemberiannya disesuaikan dengan keadaan yang deperlukan.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan tiga kali yaitu pada saat tanam, memupuk dan membumbum. Dengan menggunakan tangan dan cangkul, rumput pengganggu dibuang atau ditaruh disekitar tanaman tebu dan ditutup dengan tanah pada waktu membumbun.
Pemupukan
Pemupukan dengan dosis 500 kg ZA/ha (14 g/bibit) 150 kg TSP/ha (4,2 g/bibit), 300 kg TSP/ha (8,3 g/bibit) dan 300 kg KCL/ha (8,3 g/bibit). Pemupukan pertama diberikan 7 hari setelah tanam sebanyak setengah dari jumlah pupuk N (7 g/bibit) dengan dicampur pupuk P dan K. Pemupukan ke dua dilakukan setelah 30 hari setelah pemupukan pertama, dengan memberikan seluruh sisa dosis pupuk ZA. Pupuk dimasukkan ke dalam lubang pupuk yang dibuat dengan tugal sejauh 7-10 cm dari tanaman.
Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan dua kali yaitu bumbun 1: bersama-sama dengan penyianagan dan setelah tanaman mendapatkan pemupukan ke dua kurang lebih umur 5 minggu, dengan jalan tanah galian dimasukkan setebal 3-15 cm menutupu kasyran tanaman.
Bumbun II.
Dilakukan pada tanaman berumur dua bulan.
d.      Akhir Penelitian
Setelah tanaman berumur tiga bulan, tanaman dipanen dengan jalan membongkar tanaman sampai seakar-akarnya dengan menggunakan alat cangkul.
VII.          PARAMETER PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan selama dalam pertanaman pada setiap contoh tanaman dan sampel di ambil pada juringan yang berada ditengah-tengah setiap petakan, yang terdiri enam tanaman, pengamatan terdiri dari :
1.      Panjang daun
Panjang helaian daun dari pangkal sampai ujung helaian daun pertama yang sudah membuka sempurna menurut Kuy Per (daun kp). Pengamatan dimulai pada umur satu bulan dengan selang waktu satu minggu hingga akhir penelitian.


2.      Lebar Daun
Lebar dari tepi ketepi helaian daun kp. Pengamatan dimulai pada umur satu bulan dengan selang waktu satu minggu hingga akhir penelitian.
3.      Jumlah Daun
Dengan menghitung jumlah daun yang membuka sempurna menurut Kuy Per, dihitung pada akhir penelitian.
4.      Jumlah Anakan
Dengan menghitung jumlah anakan yang masih hidup, dihitung pada akhir penelitian.
5.      Panjang Batang
Dihitung dari kedalaman stek dengan menggunakan ajir. Pengamatan dimulai pada umur satu bulan dengan selang satu minggu hingga akhir penelitian.
6.      Diameter Batang
Garis tengah dari diameter tebu diukur 10 cm dari permukaan tanah (setelah bumbun akhir) dengan menggunakan jangka sorong. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian.
7.      Tinggi Tanaman
Diukur dari kedalaman stek hingga ujung daun tertinggi, dengan menggunakan ajir.  Pengamatan dimulai pada umur satu bulan dengan selang satu minggu hingga akhir penelitian.
8.      Berat Segar Tanaman Per Rumpun
Dengan menimbang berat segar tanaman yang dihitung pada akhir penelitian.

9.      Berat Kering Tanaman Per Rumpun
Dengan menimbang berat kering tanaman yang telah di oven pada temperatur 105 derajat C selama 48 jam yang dihitung pada akhir penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Sewojo, R.Sodo. 1982. Bercocok Tanam Tebu. Penerbit Sumur Bandung.111 h.
Ariadi, Darsono. 1965. Masalah Pemupukan Tanah dan Tebu. Majalah Perusahaan        Gula Tahun 1. No. 3. H 82-88.
Effendi, Usman dan B.Laoh.1984.Nomer Mata Tebu Sebagai Petunjuk Untuk Memilih Bibit Yang Baik. Proseding Pertemuan Teknis Tengah Tahun II. BP3G.Pasuruan, h330-339.
Suhadi, Sumoyo, Basrie Usman, Isro Ismail. 1984. Pengaruh Kedalaman Juringan, Pemupukan TSP dan KCL Terhadap Hasil Tebu di Tanah Vertisol. Proseding Pertemuan Teknis Tengah Tahun II. BP3G. Pasuruan. H 314-325.


PROPOSAL PENELITIAN
APLIKASI DAMINOZIDE DAN MACAM MEDIA
TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN BUNGA KRISAN (Chrysanthemum sp)


Disusun oleh :
BAGUS WISNU ERLISTYA CAHYADI
101.0401.004


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2014
PROPOSAL YANG BERJUDUL
APLIKASI DAMINOZIDE DAN MACAM MEDIA
TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN BUNGA KRISAN (Chrysanthemum sp)


Disusun oleh :
BAGUS WISNU ERLISTYA CAHYADI
101.0401.004


                                                                               Magelang, ................ 2014
                                                                                   Fakultas Pertanian
                                                                               Universitas Tidar

Pembimbing I                                                                          Dekan



Ir. Rahayu  Sarwitri, M.P.                                           Ir. Hadi Rianto, M. Sc.
NIP. 19520906 1983032 001                                     NIK. 19580727 198504 C045

Pembimbing II


Ir. Yulia Eko Susilowati, M. P.
NIK. 19590517 198902 4 C059

Hal.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................                        i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................                        ii
DAFTAR ISI......................................................................................                        iii
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................                       1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................                        3
2.1. Tanaman Krisan....................................................................             3
2.2. Media Tanam........................................................................             6
2.3. Zat Penghambat Tumbuh Retardan Daminozide..................                        8
BAB 3. PERMASALAHAN.............................................................                        12
BAB 4. HIPOTESIS..........................................................................                        13
BAB 5. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN.....................                      14
BAB 6. METODOLOGI PENELITIAN...........................................                       15
6.1. Metode Penelitian................................................................             15
6.2. Waktu dan Tempat Penelitian..............................................             16
6.3. Alat dan Bahan Penelitian....................................................                        16
6.4. Pelaksanaan Penelitian.........................................................             16
BAB 7. PENGAMATAN..................................................................                        20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................                        22
LAMPIRAN.......................................................................................                        25
LAY OUT PENELITIAN..................................................................                       26






BAB I
PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat dari waktu ke waktu meng-akibatkan peningkatan permintaan akan tanaman hias baik segi jumlah maupun mutunya. Beberapa produk hortikultura ini telah menjadi prioritas untuk pengem-bangan lebih lanjut. Tanaman hias meningkat untuk mengurangi impor anggrek, anthurium, krisan, gerbera dan anyelir.
Krisan (Crysanthemum, sp) selain dikenal sebagai bunga potong, sebagai tanaman pot yang bernilai ekonomi tinggi. Warna yang cukup bervariasi seperti merah, putih, kuning, merah muda, coklat dan jingga serta ukuran yang bermacam – macam, mempunyai nilai estetika tinggi.
Kebutuhan pasar bunga – bunga subtropis yang berkualitas tinggi untuk kawasan Asia Tenggara sampai saat ini belum dapat terpenuhi. Untuk menutupi kekurangannya masih diperlukan impor bunga – bunga dari luar Asia Tenggara (Supari, 1999). Sebagai negara tropis, letak geografis Indonesia mampu memberikan kemudahan bagi pengusahaan tanaman hias, khususnya bunga – bungaan (Rahardi, dkk, 1993).
Provinsi Jawa Tengah yang termasuk salah satu sentra penghasil bunga potong, luas pertanaman dan produksi krisan relatif kecil. Pada tahun 2001, luas pertanaman  krisan di Jawa Tengah 17.800 m² dengan produksi 1.381.250 tangkai. Daerah sentra tanaman krisan terletak di Kabupaten Semarang (Anonim, 2001).
Media tanam harus memiliki sifat porous, sehingga tanaman terhindar dari rendaman air dan kelembaban yang tinggi. Kelembaban yang tinggi dapat meng-akibatkan tanaman menjadi busuk dan serangan jamur. Media tanam memiliki drainase dan aerasi yang baik (Kristo, 2013).
Daminozide merupakan salah satu retardan yang dipergunakan untuk  mengatur pertumbuhan krisan sebagai tanaman pot. Daminozide atau 2,2-dimehtylhydrazide merupakan retardan yang tidak aktif dalam tanah, namun sangat aktif dalam tanaman dan bergerak ke semua bagian pucuk setelah aplikasi. Aplikasi saat tanaman pada fase vegetatif sangat dianjurkan (Latimer, 2001). Konsentrasi 3750 mg/l merupakan konsentrasi yang biasa digunakan (Evans, 2003). Aplikasi zat pengatur tumbuh pada tanaman hias pot pada umumnya digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan vegetatifnya. Pertumbuhan yang dikendalikan meliputi tinggi tanaman dan per-cabangannya.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Tanaman Krisan
Krisan sebagai bunga potong, dibudidayakan dengan dua cara sesuai dengan permintaan pasar yaitu tipe standar dan tipe spray (Kofranek dalam Isabella, 2003). Tipe standar (Disbudded inflorescens) hanya memiliki satu tunas bunga yaitu tunas terminal yang dipelihara pada satu batang. Tunas bunga lateral dibuang sehingga dihasilkan satu bunga dengan ukuran besar. Tipe spray (Spray inflorescens) merupakan tipe dengan seluruh tunas bunga lateral dibiarkan berkembang, tetapi bunga yang pertama berkembang dibuang agar lebih banyak tunas lateral yang tumbuh dan berukuran kecil.
Bunga krisan atau seruni dikenal sebagai tanaman dunia timur. Kedudukan tanaman krisan atau seruni dalam sistematika tumbuhan diklasif ikasikan sebagai berikut: kingdom Plantae, divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, klasis Dicotyledoneae, ordo Asterales, familia Asteraceae, genus Chrysanthemum, spesies Chrysanthemum morifolium, R. (Rukmana, 1997).
Spesies tanaman krisan cukup banyak, antara lain:
·         Chrysanthemum maximum yaitu krisan dengan tangkai panjang dan bunga besar, biasanya berwarna putih dan kuning,
·         Chrysanthemum frutecens merupakan tanaman krisan berbentuk semak dengan bunga berwarna putih dan merah,
·         Chrysanthemum morifolium/hortorum merupakan tanaman krisan yang mempunyai banyak jenis dengan berbagai ukuran, bentuk dan warna bunga bervariasi antara lain putih, krem, kuning, orange, merah muda, tembaga dan ungu. Tinggi tanaman kurang dari 30 cm apabila hendak dijual sebagai bunga pot. Tinggi tanaman pot hias komersial yang ideal adalah 1,5 – 2 kali tinggi pot.
Perakaran tanaman krisan menyebar ke semua arah pada kedalaman  30 cm – 40 cm. Akarnya mudah mengalami kerusakan akibat pengaruh ling-kungan yang kurang baik, misalnya keadaan drainase yang jelek, kandungan unsur Al dan Mn dalam tanah yang tinggi serta tanah yang terlalu masam.
Batang tanaman krisan tumbuh tegak, berstruktur lunak dan berwarna hijau. Batang menjadi keras apabila dibiarkan tumbuh terus (berkayu) dan berwarna hijau kecoklatan.
Bunga krisan tumbuh tegak pada ujung tanaman dan tersusun dalam tangkai berukuran pendek sampai panjang. Bentuk bunga beranekaragam. Organisasi pecinta krisan (National Chrysanthemum Society) mengklasifikasikan ke dalam 13 kategori berdasarkan susunan dan jumlah mahkota bunga (Rukmana, 1997). Bunga terletak pada bongkol kecil yang dikelilingi daun pelindung (Phylaries). Setiap bongkol bunga terdapat bunga cakram (Disk Flower) berbentuk tabung dan bunga tepi (Ray Flowers) yang berbentuk pita.
Semua jenis tanah yang dikelola dengan baik dapat ditanami krisan. Umumnya tanaman tersebut menyukai tanah yang gembur, subur serta bebas penyakit dengan pH optimal berkisar 6,2 – 6,7. Tanaman krisan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dataran dengan ketinggian 600 m di atas permukaan laut dengan kelembaban 50% – 70% dan suhu malam dibawah  22o C. Temperatur merupakan faktor iklim yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman dan berpengaruh pada kualitas bunga. Temperatur malam yang terlalu rendah kurang baik karena akan menyebabkan pertumbuhan vegetatif yang berkepanjangan, tanaman tumbuh lebih tinggi, tangkai bunga lebih panjang, waktu berbunga akan lebih lama, batang lemas dan warna bunga akan pekat sekali (Supari, 1997).
Tanaman krisan tidak tahan air hujan maka untuk daerah yang curah hujannya tinggi, penanaman dilakukan di dalam bangunan rumah plastik. Suhu udara yang diperlukan adalah antara 20O C – 26O C. Tanaman krisan juga butuh kelembaban tinggi untuk awal pembentukan akar.
Salah satu proses fisiologi tanaman krisan yang harus diperhatikan adalah kepekaan terhadap panjang hari atau yang disebut fotoperiodisitas. Bunga krisan sebagai tanaman hari pendek membutuhkan lama penyinaran kurang lebih 9 jam – 10 jam untuk membentuk tunas – tunas bunga. Sebagai tanaman yang menyukai inten-sitas cahaya yang tinggi selama pertumbuhan-nya, keragaman varietas tanaman krisan sangat menentukan perbedaan waktu untuk mencapai tahap pembungaan. Sebagai tanaman hari pendek, untuk merangsang pertumbuhan vegetatif harus ditambah penyinaran pada malam hari. Penambahan sinar lampu pada malam hari harus dilakukan sejak bibit ditanam. Sumber energi untuk menambah sinar pada malam hari bisa menggunakan lampu pijar atau lampu TL. Dengan memanipulasi panjang hari, krisan dapat berbunga sepanjang waktu dalam setahun. Jika masa terang lebih panjang dari 14,5 jam, tanaman akan tetap pada vase vegetatif. Dan jika lebih pendek akan terjadi pembentukan bunga (Andiani, 2013).
2.2  Media Tanam
Pertumbuhan dan produksi tanaman dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu genetik dan lingkungan tempat tumbuhnya (Hatta, 2013). Salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah media tanam. Media tanam yang digunakan haruslah media yang porous, artinya media tidak menyerap air sampai menggenang (Andiani, 2013).
Media tanam merupakan tanah subur yang meliputi kesuburan fisik, kesuburan kimia dan kesuburan biologi. Tanah sebagai media tumbuh menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. Kesuburan fisik tanah yang dikehendaki tanaman adalah struktur remah sehingga bersifat porous terdapat pori makro dan pori mikro yang optimal dan tata udara yang baik (Agoes, 1994). Struktur tanah yang remah mempunyai aerasi dan drainase baik, kapasitas mengikat air tinggi dan mempunyai temperatur yang optimal untuk pertumbuhan tanaman (Foth, 1998).
Kesuburan secara kimia meliputi reaksi tanah (pH) yang berhubungan dengan ketersediaan unsur hara. Besarnya reaksi tanah (pH) disesuaikan dengan jenis tanahnya.
Kesuburan biologi meliputi aktifitas jasad hidup tanah yang akan berperan dalam proses – proses pelapukan bahan organik dalam tanah sehingga unsur hara menjadi tersedia bagi tanaman (Buckman and Brady, 1982). Macam - macam media tanam seperti tanah, pasir, sekam, serbuk gergaji, vermikulit, cocopeat (Agoes, 1994).
Untuk mempertahankan struktur tanah yang ideal perlu dilakukan penambahan bahan organik. Bahan organik akan berfungsi untuk menambah daya pegang air dan unsur hara dalam tanah. Bahan organik yang digunakan seperti gambut, sekam padi, arang sekam, jerami padi, serbuk gergaji, sabut kelapa, ampas tebu dan batang jagung. Bahan – bahan tersebut dapat memperbaiki sifat fisik tanah apabila menggunakan jenis tanah berstruktur padat sebagai media utamanya (Siong dan Budiana 2007).
Media daun bambu sebagai media pertumbuhan tanaman dalam sistem hidroponik mempunyai kemampuan aerasi, menyerap dan menahan air dengan baik karena mempunyai pori – pori yang banyak (Asrodiah, 2005). Seresah daun bambu sebagai sumber bahan organik mengandung N, P, K, Ca dan Mg alami yang potensial untuk digunakan sebagai pupuk. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa seresah daun bambu mengandung 3,4% N, 0,21% P2O5, 2,2% K2O, 2,1% CaO dan 0,65% MgO (Ruhnayat, 2006).
Arang sekam mengandung Karbon (C) 1,33%, Hidrogen (H) 1,54%, Oksigen (O) 33,645%, dan Silika (SiO2) 16,98%. Arang sekam bersifat mudah mengikat air, tidak mudah melapuk dan merupakan sumber karbon (C). Arang sekam sebagai media tanam yang mempunyai porositas tinggi sehingga dapat meneruskan air dan larutan mineral yang berlebihan ( Agoes, 1994).
Cocopeat atau serbuk serabut kelapa berasal dari pengolahan serabut kelapa. Cocopeat memiliki keunggulan yaitu memiliki daya serap air yang tinggi sehingga dapat menghemat air dan nutrisi serta dapat menggemburkan tanah. Cocopeat memiliki kadar garam rendah yang dapat mengurangi penyakit dalam tanah, memiliki pori pori yang memudahkan pertukaran udara dan masuknya sinar matahari. Cocopeat juga mampu mengikat baubauan disekitarnya, menunjang pertumbuhan akar dengan cepat sehingga baik untuk pembibitan. Cocopeat bersifat fiber yaitu tahan 10 tahun terurai (Surahman, 2014). Selain itu cocopeat mengandung unsur hara makro dan mikro yang sangat dibutuhkan bagi tanaman, berupa Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kalium (K), Natrium (Na), dan Fospor (P) mengandung unsur hara makro dan mikro yang sangat dibutuhkan bagi tanaman (Silo, 2013).
2.3   Zat Penghambat Tumbuh Retardan Daminozide
Retardan merupakan senyawa – senyawa organik sintestik yang bila diberikan pada tanaman yang responsif akan menghambat perpanjangan sel pada meristem sub apikal, mengurangi laju perpanjangan batang tanpa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan daun atau tanpa mendorong pertumbuhan yang abnormal (Watimena, 1988). Retardan biasa diaplikasikan pada tanaman yang tumbuh dalam pot untuk mengendalikan pertumbuhan tunas dan menghasilkan tanaman yang kompak (Latimer, 2001).
Beberapa retardan sintetik digunakan dalam budidaya hortikultura. Seperti daminozide (Alar dan B-nine), chloromequat (cycocel), ancymindol (A-Rest), paclobutrazol (Bonzi), dan maleic hydrazine. Fungsi retardan yaitu menghambat pemanjangan internode, membentuk tanaman menjadi kompak, dan bentuk tanaman lebih menarik (Acquaah,2002).
Daminozide atau 2,2-dimehtylhydrazide merupakan retardan yang tidak aktif dalam tanah, namun sangat aktif dalam tanaman dan bergerak ke semua bagian pucuk setelah aplikasi. Daminozide mempunyai aktifitas menghambat yang lebih rendah dibandingkan jenis retardan yang lain sehingga meminimalkan kemungkinan tanaman menjadi kerdil (Latimer, 2001). Konsentrasi yang digunakan antara 1250 mg/l hingga 5000 mg/l (Evans, 2003).
Secara umum, daminozide mudah diaplikasikan dan tidak bersifat fitotoksit. Aktifitasnya berkurang dengan semakin tingginya suhu. Daminozide hanya efektif bila diaplikasikan dengan menggunakan metode semprot pada tajuk. Selama 24 jam setelah aplikasi, tanaman tidak boleh disiram karena akan menyebabkan berkurang-nya aktifitas kimia daminozide (Bailey et al., 1998).
Aplikasi daminozide sebaiknya dilakukan pada saat tanaman memasuki fase pertumbuhan vegetatif. Aplikasi yang lebih awal pada 6 hari setelah tanam dapat mengakibatkan pengkerdilan tanaman (Bailey dan Whipker, 1998). Sebaliknya, apabila daminozide terlambat diaplikasikan ukuran dan perkembangan bunga akan terlambat. Aplikasi yang terlambat dari daminozide mengakibatkan pengurangan ukuran pada tanaman poinsettia (Latimer, 2001).
Hasil penelitian menyebutkan bahwa campuran antara cocopeat, pupuk organik serta pupuk anorganik memberikan laju pertumbuhan terbaik pada tanaman legum (Ardika, 2013). Hasil penelitian Wijayanti, (2013) menyebutkan bahwa penggunaan kompos seresah daun bambu 100% sebagai media tanam hidroponik memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan komposisi arang sekam.
Daminozide mengurangi jumlah bunga per batang pada tanaman scaevola aemula “New Wonder” saat diaplikasikan pada konsentrasi 5000mg/l (Starman dan Williams, 2000). Tidak ada pengaruh nyata dari aplikasi daminozide konsentrasi 1000 mg/l pada warna dan bentuk bunga Zinnie elegans Jocq. Kultivar “Liliput” (Pinto et al., 2005).
Hasil penelitian menyebutkan bahwa daminozide secara efektif mengendalikan tinggi tanaman kubis hias (Brasica oleracea var. Acephala) dengan satu kali aplikasi pada konsentrasi 2500 mg/l (Gibson dan Whipker, 2001). Daminozide mengendali-kan tinggi tanaman sebesar 12% lebih pendek dibandingkan dengan kontrol, namun diameter tanaman kubis hias tidak dipengaruhi oleh aplikasi daminozide (Gibson dan Whipker, 2001).



BAB III
PERMASALAHAN
Krisan yang ditanam dalam pot kini sedang populer dikalangan masyarakat. Krisan pot yang baik mempunyai ketinggian tanaman yang tingginya 1,5 – 2 kali tinggi dari pot. Petani belum banyak menerapkan penggunaan zat penghambat tumbuh untuk memperpendek tanaman serta membuat batang menjadi lebih keras. Daminozide adalah salah satu jenis retardan yang berfungsi untuk memperpendek tanaman dan membuat batang tanaman lebih keras serta membuat bunga lebih kompak.
Pertumbuhan tanaman krisan juga dipengaruhi oleh media tanam. Banyaknya jenis media tanam dapat memberikan pertumbuhan tanaman krisan apabila ditanam di pot. Macam media harus mencakup sifat fisik, kimia dan biologis tanah sehingga akan menghasilkan bunga krisan yang terbaik.




BAB IV
HIPOTESIS
Diduga pemberian zat penghambat tumbuh retardan daminozide pada aplikasi pemberian 6 hari sekali dan penggunaan media tanam tanah : arang sekam : pupuk kandang memberikan hasil yang terbaik pada tanaman bunga krisan.



BAB V
TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
5.1  Penelitian ini bertujuan untuk :
5.1.1   Mengetahui pertumbuhan tanaman krisan dari perbedaan aplikasi daminozide,
5.1.2   Mengetahui pertumbuhan tanaman krisan mengunakan campuran media tanam yang berbeda – beda,
5.1.3   Mengetahui kombinasi perbedaan aplikasi daminozide dan media terhadap pertumbuhan tanaman krisan.
5.2  Kegunaan Penelitian
5.2.1   Untuk mengetahui waktu yang tepat pemberian zat penghambat tumbuh daminozide pada tanaman krisan,
5.2.2   Menambah pengetahuan penulis mengenai media yang cocok digunakan untuk pertumbuhan tanaman krisan pada dataran rendah,
5.2.3   Dasar pertimbangan bagi masyarakat sekitar khususnya dan pembaca pada umumnya untuk membudidayakan tanaman krisan dalam pot sebagai tanaman hias, bukan sebagai bunga potong.



BAB VI
METODOLOGI PENELITIAN
6.1 Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan di pot dengan menggunakan rancangan faktorial yang disusun dalam Rancangan Acak  Kelomok  Lengkap  (RAKL), dengan dua faktor perlakuan dan diulang tiga kali. Faktor  tersebut adalah :
6.1.1 Aplikasi zat penghambat tumbuh daminozide (A), dengan taraf sebagai berikut:
A1   : Setiap 3 hari setelah tanam
A2   : Setiap 6 hari setelah tanam  
A3   : Setiap 9 hari setelah tanam
A4   : Setiap 12 hari setelah tanam
6.1.2 Macam media (M), dengan taraf sebagai berikut :
M1 : Tanah : Arang sekam : Pupuk kandang kambing
M2 : Tanah : Cocopead : Pupuk kandang kambing
M3 : Tanah : Daun bambu : Pupuk kandang kambing
Dari 2 faktor perlakuan diperoleh 12 kombinasi perlakuan yaitu sebagai berikut:
A1M1         A1M2              A1M3             
A2M1         A2M2              A2M3             
A3M1         A3M2              A3M3             
A4M1         A4M2              A4M3
Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam. Uji lanjut yang berbeda nyata dan berbeda sangat nyata dengan uji LSD.
6.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus 2014 hingga bulan November 2014 di rumah kaca Dinas Pertanian Kota Magelang, Jalan Panembahan Senopati Kelurahan Jurang Ombo Kecamatan Magelang Selatan. Tempat tersebut mempunyai ketinggian 380 m di atas permukaan laut dan jenis tanah latosol dengan pH 6.
6.3 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan yaitu : cangkul, gembor, ember , sprayer, meteran, timbangan, paranet, pisau, penggaris, gunting pangkas, pot, lampu TL, kabel, jangka sorong dan tali rafia. Bahan yang digunakan yaitu : bibit krisan, pupuk kandang kambing, tanah , arang sekam, cocopead, Daminozide, Lannate 25 WP, Daconil 75 WP, Urea, ZA, SP-36, KCl.
6.4 Pelaksanaan Penelitian
6.4.1        Persiapan
6.4.1.1 Pemilihan bibit
Dengan memilih tanaman yang sehat, berdaun 5, tinggi 10 cm – 15 cm. Bibit diperoleh dari penangkar bibit krisan Bandungan Kabupaten Semarang.
6.4.1.2 Persiapan media tanam
Pot yang dipakai adalah pot bunga dengan garis tengah 20 cm dengan komposisi media yang sesuai perlakuan dengan perbandingan tiap media 1 : 1   : 1.
6.4.1.3 Penanaman
Pemindahan bibit didalam pot dilakukan secara hati – hati se-hingga akar tidak terputus. Setelah bibit dipindahkan, pot ditempatkan di rumah kaca dengan jarak antar pot 20 cm dan jarak antar ulangan 50 cm.
6.4.1.4  Pemeliharaan
·       Penyiraman
Penyiraman dilakukan kontinue satu hari sekali sesuai kapasitas lapang dan kondisi lingkungan serta media. Penyiraman dilakukan dengan cara mengabutkan air hingga media dalam pot cukup basah.
·       Penyinaran
Penyinaran dilakukan mulai saat tanam sampai dengan periode menjelang fase generatif krisan yaitu delapan minggu setelah pemindahan ke pot dengan menggunakan TL sebesar 15 watt/m² diletakkan setinggi 1 m di atas pucuk tanaman. Lampu TL berjumlah 1 buah/m² dengan waktu penyinaran 4 jam/hari mulai pukul 18.00 – 22.00 WIB.

·       Pemupukan
Pada umur 1 minggu setelah tanam sampai umur 1 bulan dengan memberikan campuran Urea : ZA : KNO3 dengan perbandingan 2 : 2 : 1 sebanyak 5 g/l air untuk 5 pot tanaman selama masa fase vegetatif tanaman.
Pada masa generatif krisan mulai muncul bakal bunga diberi campuran pupuk Urea : Sp-36 : ZA : KNO3 dengan perbandingan 1 : 1 : 2 : 3 sebanyak 5 g/ l untuk 5 pot dengan frekuensi 1 bulan sekali.
·       Pinching
Pinching adalah membuang pucuk terminal dari bibit asal. Pinching dilakukan setelah tanaman memiliki lima daun sempurna dan yang dibuang adalah tunas yang ada antara daun keempat dan kelima. Pinching dilakukan saat tanaman berumur 10 hari setelah tanam.
·       Pengendalian hama dan penyakit
Untuk pengendalian hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman krisan yaitu serangga trips, dilakukan penyemprotan Lannate 25 WP pada saat tanaman berumur dua minggu setelah bibit ditanam di media pot. Interval penyemprotan tiap 10 hari sekali. Penyemprotan Daconil 75 WP dilakukan satu minggu sekali untuk mengendalikan cendawan Fusarium menyerang tanaman krisan.
·         Aplikasi Daminozide
Aplikasi pemberian Daminozide sesuai perlakuan. Pemberian Daminozide dilakukan dengan cara menyemprotkan merata pada tajuk tanaman dengan konsentrasi 3750 mg/l.
·         Pemanenan
Pemanenan dilakukan pada umur tanaman krisan 9 minggu setelah dipindahkan ke dalam pot. Kriteria panen yaitu apabila bunga telah mekar penuh.


BAB VII
PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan pada masing - masing kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan terdiri dari 6 pot dengan 3 tanaman tiap pot. Pengamatan dilakukan pada tanaman sampel berjumlah 2 pot. Parameter yang diamati meliputi :
7.1 Saat berbunga (hari)
Dengan cara menghitung jumlah hari saat pertama kali bunga muncul,
7.2    Saat bunga mekar (hari)
Pengukuran dilaksanakan dengan cara menghitung jumlah hari setelah pinching, diukur pada saat kuncup bunga memperlihatkan warna kuning dan di rata – rata berdasarkan jumlah bunga pada masing – masing perlakuan,
7.3    Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada saat panen dan diukur mulai pangkal akar hingga titik tumbuh,
7.4    Jumlah bunga per tanaman
Pengamatan dilakukan dengan menghitung seluruh bunga pada tanaman pada saat panen,
7.5    Diameter bunga (cm)
Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter bunga mekar penuh pada saat panen,


7.6    Panjang tangkai bunga (cm)
Pengamatan dilakukan dengan cara mengukur dari pangkal tangkai bunga sampai pangkal kelopak bunga. Dilakukan pada saat panen,
7.7    Panjang ruas rata-rata (cm)
Pengukuran panjang ruas dilakukan setelah panen. Pengukuran panjang ruas dihitung dengan cara tinggi tanaman dibagi jumlah ruas,
7.8    Jumlah cabang
Perhitungan jumlah cabang dilakukan setiap minggu dengan menghitung jumlah cabang yang ada di setiap tanaman.





DAFTAR PUSTAKA
Acquaah, George, 2002. Horticulture – Principles and Practices. Second Edition, Prentice Hall. 132 h.

Agoes, D.N. 1994. Aneka Jenis Media Tanam dan Penggunaannya. Penebar Swadaya. Jakarta. 92 h.

Andiani, Yuli. 2013. Budidaya Bunga Krisan Potensi Besar Sebagai Komoditas Ekspor. Pustaka Baru Press. Yogyakarta. 98 h.

Anonim. 2001. Laporan Tahunan 2001. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Tengah. Ungaran.78 h.

Ardika, Brigitha Dara. 2013. Uji Efektivitas Penambahan Cocopeat Terhadap Pertumbuhan Legum Sebagai Tanaman Penutup Di Area Reklamasi Bekas Tambang Batubara. Skripsi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Asrodiah, R. 2005. Pemanfaatan Seresah Kompos Daun Bambu sebagai Media Pertumbuhan Stroberi (Fragaria ananassa Duch) yang ditanam secara hidroponik. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Buckman, H. and Brady, N. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Soegiman. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. 188 h.
Evans, M.R. 2003. Green House Management Online. http://www.uark.edu/-mrevans/4703/lear-ning_units/unit_10/unit_10.html

Foth, D.H. 1998. Dasar – dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 781 h.
Gibson, J. L. and B. E. Whipker. 2001. Ornamental Cabbage and kale growth responses to daminozide, paclobutrazol and uniconazole. HorTech. J. 11: 226-230.

Gibson, J. L. and B. E. Whipker. 2003. Efficacy of Plant Growth Regulators on the Growth of Vigorous osteospermum Cultivars. Hortech. J. Media Tanam. B (1):132 – 135. http://wfreec.ifas.edu/faculty/gibson/PDF/osteo-pgr.pdf. Diakses tanggal 18 Mei 2014.

Hatta, Muhammad. 2013. Jumlah dan Mutu Produksi Tanaman. http://dunia-pertanian.wordpress.com. Diakses tanggal 20 Mei 2014.

Isabella, Nyimas. 2003. Budidaya Bunga Krisan Potong (Dendranthema grandiflora Tzvelev) di PT Alam Indah Bunga Nusantara, Cipanas Cianjur Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 132 h.

Kristo Temang. 2013. Pengertian Media Tanam. http://kristotemang.blogspot.com/2013/05/me-dia-tanam.html. Diakses tC anggal 17 Mei 2014.

Latimer, J.G. 2001. Selecting and Using Plant Growth Regulators On floricultural crop. http://www.ext.vt.edu/pubs/greenhouse. Diakses tanggal 19 Mei 2014.

Pinto, A. R., T. D. J. Rodrigues, I. C. Leite. and J. C. Barbosa. 2005. Growth retardants on development and ornamental quality of pottet “ Liliput” Zinnia elegans Jacq. Sci. Agric. (Piracicaba, Brazil) 62 (4): 337-345 http://www.scielo.br/scielo.php?script-sci_arttext&pid=S0103-9016200500040006. Diakses tanggal 18 Mei 2014.

Rahardi, F. Wahyuni, S. Nur Cahyo, EM. 1993. Agribisnis Tanaman Hias. Penebar Swadaya. Jakarta. 9. h.

Ruhnayat, Agus.2006. Pupuk Organik Sehati (Pupuk Organik Berbasis Pestisida Nabati) untuk Meningkatkan Produksi dan Kesehatan Tanaman. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Rukmana, R.H. dan Asep Eka M. 1997. Bertanam Krisan. Penerbit Kanisius. 126. h.
Siong, Y.K. dan Budiana, N.S. 2007. Mudah dan Praktis Melebarkan Bunga Euphorbia. Depot. Penebar Swadaya.

Starman, T. J. and M. S. William. 2000. Growth retardants affect growth and flowering Scaevola. HortSci. J. 35:36-38

Supari, DH. 1999. Tuntunan Membangun Agribisnis. Elex Komputindo Kelompok Gramedia – Jakarta. Jakarta. 408 h.


Watimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. PAU Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. 145 h.

Whipker, B. E., S. Dasoju and I. McCall. 1998. Guide to Successfull Pot Sun Flower Production. Horticulture Information Leaflet 628. Nc State University. http://www.ces.ncsu.edu/depts/hort/hil. Diakses tanggal 18 Mei 2014.

Wijayanti, E. Anas D. Susila. 2013. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) secara Hidroponik dengan Beberapa Komposisi Media Tanam. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.